on Sabtu, 05 Oktober 2013

Indonesia, Terhempas, Terhinakan!




kawan,
saya mesti mulai darimana mengisahkan kepiluan sebuah negeri di lintasan zambrud khatulistiwa ini?
bingung? mungkin!

bukan apa-apa, telah enam puluh delapan tahun lebih sedikit negeri ini merdeka
selama itu pula berbagai harapan diletakkan di pundak negeri ini

harapan-harapan itu telah menjadi beban yang sedemikian beratnya
dan lantaran beratnya, negeri ini semakin sering terlihat melangkah tertatih-tatih

pada langkah yang tertatih-tatih itu pun sangat banyak beban di pundak terlihat, jatuh berserakan
serakan-serakan itu seakan menjadi gulma bagi perjuangan yang mahaberat bagi negeri ini

gulma!
ya, gulma-gulma! dalam sekejap menjelma menjadi gurita-gurita dengan tentakel-tentakelnya yang menakutkan, mencengkeram kuat-kuat mangsa-mangsanya

kawan, tahukah engkau?
bahwa gurita-gurita pemangsa itu sesekali menjelma menjadi bunglon
bunglon-bunglon itu sesekali pula menjelma menjadi lintah penghisap darah

penghisap-penghisap darah itu ada yang menyusup ke kantong-kantong kehidupan anggota dewan, ada pula yang menyusup ke meja makan para anggota kabinet
hebatnya lagi ada yang terang-terangan menyusup ke laci-laci kantor, ke kamar tidur, ke meja makan bahkan mereka menyusup hingga ke toilet para hamba hukum

kawan, tahu pulakah engkau?                                         
bahwa hamba-hamba hukum itu dengan lihaynya menyelam dalam-dalam keberbagai samodera-samodera kehinadinaan
pun, pada kehinadinaan itu dalam sekejap pula berubah menjadi kemasan siap saji dogma-dogma yang melebihi tingginya keyakinan imannya, kepada agamanya, kepada tuhannya

imannya? agamanya? tuhannya?
ya, mereka hamba hukum yang ber-iman, ber-agama, ber-tuhan, bahkan mereka itu berilmu, ber-derajat, ber-martabat; tapi, dalam prakteknya mereka menjadi budak bagi keserakahannya, syahwatnya, logikanya demi sebuah pameo “berlomba-lomba menuju jalan kesesatan”

kawan,
apalagi yang mesti saya kisahkan tentang sebuah negeri yang malang ini?
rasa-rasanya saya telah kehilangan kata-kata yang paling pantas untuk saya ucapkan

saya ingin bertanya ke-nurani-mu duhai kawan,
apakah ada kata-kata yang lebih pantas selain dari kegeraman yang maha terhadap berbagai persoalan yang memalukan di negeri ini?
apakah ada sebuah sikap dari sebaik-baiknya sikap yang pantas selain dari bara amarah terhadap berbagai seni pertunjukkan kemunafikan yang telah menghinakan negeri ini?

kawan,
menurutmu, kisah apa lagi yang kira-kira paling pantas untuk saya ceritakan kepadamu hari ini?


serambi sentul, 05/10/2013©arrie boediman la ede

0 komentar:

Posting Komentar